Jumat, 18 Oktober 2013

Cibuyutan, Penuh Kenangan...

Sabtu, 19 Oktober 2013. Tepat 1 Minggu yang lalu, sepenggal kisah di PKMUNJ 2013.

"Kegemaranmu tinggal di kampung merupakan satu kelemahan yang ketara. oleh itu pergilah merantau, mencari ilmu, yang pasti kau temukan ganti dari keluarga yang ditinggalkan. Air yang tenang itu akan menjadi busuk. begitu pula seandainya anak bulan itu tidak berjalan, maka sudah tentu ia tidak akan menjadi purnama." (Al-Kindi)

Pertama-tama, ketika saya mendengar desa Cibuyutan, sungguh tak ada ketertarikan untuk mencari tau lebih jauh tentang desa, yang bahkan keberadaannya saja tidak tau dimana. 
Kedua-kedua, curi-curi dengar dari mereka yang berkesempatan sebelumnya kesana, membuat hati penasaran, pikiran tak tenang, karena nampaknya disana banyak kisah penuh manfaat yg disimpan. 
Ketiga-ketiga, sungguh luar biasa, ketika Allah akhirnya berikan kesempatan dan menggerakan hati serta kaki utk bisa berkunjung kesana. Mata, hati, tak henti dibuat kagum, dibuat tertegun, akan indahnya alam, sederhananya kehidupan, namun begitu banyak menyimpan senyuman kebahagiaan..

Maka, inilah sepenggal kisah, tentang waktu singkat yang memberikan kenangan sepanjang masa. Cibuyutan, I’m absolutely here..

Sabtu pagi, 12 oktober 2013. 07.30 waktu bumi Allah, menjadi titik awal kami menuju pelosok desa yang kata orang butuh waktu tempuh sekitar 3 jam untuk mencapainya dengan berjalan kaki. *Well, bisa dibayangkan sepelosok apa desa tersebut.......hening*
Dengan memasang azzam yg kuat, dengan semangat #tanganmengepal dan #iketkepala, maka "Bismillahirrohmanirrohim" menjadi mantra kami memulai perjalanan.
Selanjutnya, tak ada kata yang mampu menggambarkan indahnya, bagusnya, hebatnya,... ah, sungguh tak ada kata yang mampu menggambarkan situasi kanan-kiri yang kami lihat sepanjang perjalanan. Berjam-jam kami menelusuri naik-turunnya jalan disuguhkan dengan beribu.. berjuta.. keindahan bumi-langit-alam. Maha Suci Allah..


Batu-batu ‘tajam’ menjadi penghias alas sepanjang perjalanan
Kanan.. kiri.. hijau.. menari-nari.. ~


3jam perjalanan melelahkan..
Tibalah.. kami di desa yang sedari awal menggantung, berayun-ayun, berjarak 5 CM di depan kening kami. #tsaah ~.
Dari kejauhan, sudah terdengar sambutan riuhnya anak-anak kecil yang sedang bernyanyi, dalam ruang yang mereka istilahkan dengan nama ‘sekolah’. Ini membuat kami, si para calon guru terpanggil untuk langsung masuk ke dalam kelas mereka. Tapi, ya.. tak bisa bohong, perjalanan yang melelahkan memaksa untuk duduk menepi beberapa saat. Dalam duduk, setiap insan yang ada masing-masing merenungi perjalanan panjang, saling berucap lirih, mengagumi apa yang ada di depan mata, yang ternyata muaranya adalah surga kecil di pelosok Indonesia.




Para pencari ilmu.. yang selalu semangat mencari ilmu..

ini, yang (sempat) membuat jantung agak berdetak lebih cepat. Bahwa pelosok ini masih tanah Indonesia yang (telah) Merdeka. Pelosok yang penuh-keterbatasan-akses-air-listrik ini masih Tanah Merah Putih, Tanah Indonesia.

Kehidupan Baru (yang singkat)pun dimulai..
Setiap dari kami diberi kesempatan untuk tinggal bersama warga, yang anak kota kenal dengan istilah homestay. Saya, beserta teman-teman #kelompokTUJUH mendapat kesempatan menginap di rumah Pak Maman. Di rumah, yang sangat sederhana, yang listrik agaknya enggan menyapa, yang airpun harus keluar rumah dulu untuk mendapatkannya. Kehidupan singkat, yang 180 derajat akan berbeda dari biasanya, pun dimulai..


gambaran bilik sederhana rumah Pak Maman.. di sini, mereka merajut tawa, melepas lelah..

Sebaris rekam aktivitas para manusia pencari pengalaman. Keluarga baru terbentuk disini. Kental akan persaudaraan. Tak ada sekat. Saling bersahabat.



Kami hadir di sana tidak untuk merepotkan. Walaupun tetap saja membuat sang pemilik rumah repot-.....
Masing-masing kelompok dari kami memiliki visi untuk dapat bermanfaat di sana. Untuk dapat bersatu menorehkan memori kecil di pelosok tanah Indonesia.
Hari itu juga, setelah berehat sejenak dari perjalanan panjang. Kami, si #KelompokTUJUH pun langsung beraksi untuk merealisasikan proyek ‘penyuluhan kesehatan’ kepada anak-anak siswa SD di sana. (FYI, kelompok-kelompok lain ada yang menjalankan proyek Belajar baca tulis untuk ibu-ibu, bermain bermanfaat bersama anak-anak, memperbaiki perpustakaan sekolah, memperbaiki MCK, pengolahan singkong, dsb. Proyek-proyek yang dijalankan para mahasiswa ini adalah bentuk kongkrit dari sebuah  kepedulian terhadap desa Cibuyutan.)

Walau jaket kami ‘Hijau’, walau backround kami ‘pendidikan’, namun tak menjadi penghalang kami untuk memilih proyek ‘penyuluhan kesehatan’.
Disana, kesehatan menjadi fokusan yang agaknya terabaikan. Jarangnya air ‘bersih’ menjadi salah satu faktor kesehatan yang tidak dijadikan prioritas. Maka dari itu, kami si #KelompokTUJUH bertekad sekali untuk bisa menyuluhkan ‘pentingnya sehat’ dengan memberikan informasi tentang kesehatan gigi dan mulut serta kebersihan tangan. Berbekal modal uang yang disisihkan dari para mahasiswa yang peduli Cibuyutan, ilmu kesehatan hasil menjelajahi om Google, dan tekad ingin bermanfaat bagi adik-adik tercinta disana, maka, Bismillah, si para calon guru ini pun melancarkan aksi ‘kesehatan’nya.






penuh tawa.. penuh canda.. namun tetap sarat makna..

Kegiatan penyuluhan kami ditutup dengan foto bersama dengan mereka, si adik-adik yang selalu ceria.




Tibalah malam.. dimana kami saling bersenda gurau, ditemani pak Maman yang juga ikut sumbang tawa. Sesekali terlihat ia memijat-mijat kakinya, pertanda lelah seharian menambang emas di ‘gunung’ sana. Ah, berat sekali kehidupan mereka, harus berjalan jauh.. menguras tenaga penuh.. demi merasakan hidup yang ‘utuh’. Sementara Saya.. Kita..? ~
Ini semacam teguran keras untuk kita semua, yang teramat sering mengeluh akan kehidupan nyata yang padahal berlimpah ruah. Pak Maman serta keluarga sungguh menjadi guru peradaban keikhlasan.
Sekedar informasi, situasi malam di kampung ini agak unik. Listrik hanya datang dipukul 7-9 malam, Selebihnya, gelap! Untuk mendapatkan secuil listrik tersebutpun harus membayar dua-ribu-rupiah-perharinya. Tak heran aktivitas warga akan berhenti selepas azan isya. Kami memutuskan untuk memejamkan mata lebih awal. Merenungi kebiasaan yang kalo di-rumah-bisa-nikmatin-listrik-air-kapan-aja-cenderung-mubazir-kalo-dibilang. Tapi disini...... lagi-lagi perbanyak syukur.. perbanyak istigfar..

Setiap pertemuan.. akan ada perpisahan..
Esoknya, tibalah kami untuk berpisah dengan mereka, keluarga yang menyuguhkan banyak pembelajaran ‘hidup sederhana’.
Setelah dirasa semuanya siap, kamipun berpamitan. Ada rasa sedih menggelayuti kami. Berkali-kali sang pemilik rumah mengharapkan kita hadir kembali nanti, entah kapan. Ya, saya berharap sekali waktu, nanti, akan ada kesempatan untuk bisa kembali, untuk bisa berbagi, lebih dari yang sekarang ini. Saya yakin, tak hanya saya yang berharap demikian, tapi setiap jiwa-jiwa, setiap pemuda-mahasiswa yang berkesempatan ke desa sederhana ini pasti memiliki tekad yang sama, bahkan mungkin lebih.

foto sesaat sebelum kami (benar-benar) pamit..



ada makhluk kecil di antara kami, Yanto namanya..

Maka, benarlah kata Al-khindi, haruslah kita menengok bumi Allah yang lain, untuk meraih ilmu sebanyak-banyaknya. Untuk merenungi dan mensyukuri karunia Allah sedalam-dalamnya. Untuk menemui keluarga lain, keluarga peradaban.
"Kegemaranmu tinggal di kampung merupakan satu kelemahan yang ketara. oleh itu pergilah merantau, mencari ilmu, yang pasti kau temukan ganti dari keluarga yang ditinggalkan. Air yang tenang itu akan menjadi busuk. begitu pula seandainya anak bulan itu tidak berjalan, maka sudah tentu ia tidak akan menjadi purnama." (Al-Kindi)
Kamipun pulang, kembali ke kota penuh ‘orang-orang manja’, dengan membawa sejumlah pengalaman berharga, sejumlah realita kehidupan di luar bayangan, sejumlah cerita yang insyaAllah tidak berhenti sebatas pengalaman saja, tapi menjadi inspirasi untuk ‘gerak’ kita selanjutnya.
Bersyukur, bisa ikut terlibat dalam membuat Cibuyutan tersenyum, walau hanya sesaat, tapi bisa benar-benar merasakan ikut terlibat dalam agenda bermanfaat.

Satu lagi PR kita wahai pemuda, untuk membenahi kesejahteraan masyarakat di kanan-kiri kita. Tak usahlah kita tunggu gerak mereka si orang-orang berdasi di atas sana. Engkau pasti jauh lebih cerdas jika ditanya apa yang bisa kita perbuat untuk negeri tercinta ini. Apapun itu, terpenting adalah mulai dari yang kecil, mulai dari diri sendiri, dan mulai dari... SEKARANG.

Pemuda kini, Pemimpin Nanti..


Hidup Mahasiswa !!
Hidup Rakyat Indonesia !!!

ditulis dengan penuh cinta akan tanah Indonesia, @nadya_ff ~


Cibuyutan, I Am Absolutely Here....

Sabtu, 19 Oktober 2013. Tepat 1 Minggu yang lalu, sepenggal kisah di PKMUNJ 2013.
"Kegemaranmu tinggal di kampung merupakan satu kelemahan yang ketara. oleh itu pergilah merantau, mencari ilmu, yang pasti kau temukan ganti dari keluarga yang ditinggalkan. Air yang tenang itu akan menjadi busuk. begitu pula seandainya anak bulan itu tidak berjalan, maka sudah tentu ia tidak akan menjadi purnama." (Al-Kindi)

Pertama-tama, ketika saya mendengar kampung Cibuyutan, sungguh tak ada ketertarikan untuk mencari tau lebih jauh tentang desa, yang bahkan keberadaannya saja tidak tau dimana.
Kedua-kedua, curi-curi dengar dari mereka yang berkesempatan sebelumnya kesana, membuat hati penasaran, pikiran tak tenang, karena nampaknya disana banyak kisah penuh manfaat yg disimpan.
Ketiga-ketiga, sungguh luar biasa, ketika Allah akhirnya berikan kesempatan dan menggerakan hati serta kaki utk bisa berkunjung kesana. Mata, hati, tak henti dibuat kagum, dibuat tertegun, akan indahnya alam, sederhananya kehidupan, namun begitu banyak menyimpan senyuman kebahagiaan..

Maka, inilah sepenggal kisah, tentang waktu singkat yang memberikan kenangan sepanjang masa. Cibuyutan, I’m absolutely here..

Sabtu pagi, 12 oktober 2013. 07.30 waktu bumi Allah, menjadi titik awal kami menuju pelosok desa yang kata orang butuh waktu tempuh sekitar 3 jam untuk mencapainya dengan berjalan kaki. *Well, bisa dibayangkan sepelosok apa desa tersebut.......hening*
Dengan memasang azzam yg kuat, dengan semangat #tanganmengepal dan #iketkepala, maka "Bismillahirrohmanirrohim" menjadi mantra kami memulai perjalanan.
Selanjutnya, tak ada kata yang mampu menggambarkan indahnya, bagusnya, hebatnya,... ah, sungguh tak ada kata yang mampu menggambarkan situasi kanan-kiri yang kami lihat sepanjang perjalanan. Berjam-jam kami menelusuri naik-turunnya jalan disuguhkan dengan beribu.. berjuta.. keindahan bumi-langit-alam. Maha Suci Allah..
Batu-batu ‘tajam’ menjadi penghias alas sepanjang perjalanan
Kanan.. kiri.. hijau.. menari-nari.. ~

3jam perjalanan melelahkan..
Tibalah.. kami di desa yang sedari awal menggantung, berayun-ayun, berjarak 5 CM di depan kening kami. #tsaah ~.
Dari kejauhan, sudah terdengar sambutan riuhnya anak-anak kecil yang sedang bernyanyi, dalam ruang yang mereka istilahkan dengan nama ‘sekolah’. Ini membuat kami, si para calon guru terpanggil untuk langsung masuk ke dalam kelas mereka. Tapi, ya.. tak bisa bohong, perjalanan yang melelahkan memaksa untuk duduk menepi beberapa saat. Dalam duduk, setiap insan yang ada masing-masing merenungi perjalanan panjang, saling berucap lirih, mengagumi apa yang ada di depan mata, yang ternyata muaranya adalah surga kecil di pelosok Indonesia.
Para pencari ilmu.. yang selalu semangat mencari ilmu..
ini, yang (sempat) membuat jantung agak berdetak lebih cepat. Bahwa pelosok ini masih tanah Indonesia yang (telah) Merdeka. Pelosok yang penuh-keterbatasan-akses-air-listrik ini masih Tanah Merah Putih, Tanah Indonesia.
Kehidupan Baru (yang singkat)pun dimulai..
Setiap dari kami diberi kesempatan untuk tinggal bersama warga, yang anak kota kenal dengan istilah homestay. Saya, beserta teman-teman #kelompokTUJUH mendapat kesempatan menginap di rumah Pak Maman. Di rumah, yang sangat sederhana, yang listrik agaknya enggan menyapa, yang airpun harus keluar rumah dulu untuk mendapatkannya. Kehidupan singkat, yang 180 derajat akan berbeda dari biasanya, pun dimulai..



gambaran bilik sederhana rumah Pak Maman.. di sini, mereka merajut tawa, melepas lelah..
Sebaris rekam aktivitas para manusia pencari pengalaman. Keluarga baru terbentuk disini. Kental akan persaudaraan. Tak ada sekat. Saling bersahabat.

Kami hadir di sana tidak untuk merepotkan. Walaupun tetap saja membuat sang pemilik rumah repot-.....
Masing-masing kelompok dari kami memiliki visi untuk dapat bermanfaat di sana. Untuk dapat bersatu menorehkan memori kecil di pelosok tanah Indonesia.
Hari itu juga, setelah berehat sejenak dari perjalanan panjang. Kami, si #KelompokTUJUH pun langsung beraksi untuk merealisasikan proyek ‘penyuluhan kesehatan’ kepada anak-anak siswa SD di sana. (FYI, kelompok-kelompok lain ada yang menjalankan proyek Belajar baca tulis untuk ibu-ibu, bermain bermanfaat bersama anak-anak, memperbaiki perpustakaan sekolah, memperbaiki MCK, pengolahan singkong, dsb. Proyek-proyek yang dijalankan para mahasiswa ini adalah bentuk kongkrit dari sebuah  kepedulian terhadap desa Cibuyutan.)
Walau jaket kami ‘Hijau’, walau backround kami ‘pendidikan’, namun tak menjadi penghalang kami untuk memilih proyek ‘penyuluhan kesehatan’.
Disana, kesehatan menjadi fokusan yang agaknya terabaikan. Jarangnya air ‘bersih’ menjadi salah satu faktor kesehatan yang tidak dijadikan prioritas. Maka dari itu, kami si #KelompokTUJUH bertekad sekali untuk bisa menyuluhkan ‘pentingnya sehat’ dengan memberikan informasi tentang kesehatan gigi dan mulut serta kebersihan tangan. Berbekal modal uang yang disisihkan dari para mahasiswa yang peduli Cibuyutan, ilmu kesehatan hasil menjelajahi om Google, dan tekad ingin bermanfaat bagi adik-adik tercinta disana, maka, Bismillah, si para calon guru ini pun melancarkan aksi ‘kesehatan’nya.






penuh tawa.. penuh canda.. namun tetap sarat makna..
Kegiatan penyuluhan kami ditutup dengan foto bersama dengan mereka, si adik-adik yang selalu ceria.
 

Tibalah malam.. dimana kami saling bersenda gurau, ditemani pak Maman yang juga ikut sumbang tawa. Sesekali terlihat ia memijat-mijat kakinya, pertanda lelah seharian menambang emas di ‘gunung’ sana. Ah, berat sekali kehidupan mereka, harus berjalan jauh.. menguras tenaga penuh.. demi merasakan hidup yang ‘utuh’. Sementara Saya.. Kita..? ~
Ini semacam teguran keras untuk kita semua, yang teramat sering mengeluh akan kehidupan nyata yang padahal berlimpah ruah. Pak Maman serta keluarga sungguh menjadi guru peradaban keikhlasan.
Sekedar informasi, situasi malam di kampung ini agak unik. Listrik hanya datang dipukul 7-9 malam, Selebihnya, gelap! Untuk mendapatkan secuil listrik tersebutpun harus membayar dua-ribu-rupiah-perharinya. Tak heran aktivitas warga akan berhenti selepas azan isya. Kami memutuskan untuk memejamkan mata lebih awal. Merenungi kebiasaan yang kalo di-rumah-bisa-nikmatin-listrik-air-kapan-aja-cenderung-mubazir-kalo-dibilang. Tapi disini...... lagi-lagi perbanyak syukur.. perbanyak istigfar..

Setiap pertemuan.. akan ada perpisahan..
Esoknya, tibalah kami untuk berpisah dengan mereka, keluarga yang menyuguhkan banyak pembelajaran ‘hidup sederhana’.
Setelah dirasa semuanya siap, kamipun berpamitan. Ada rasa sedih menggelayuti kami. Berkali-kali sang pemilik rumah mengharapkan kita hadir kembali nanti, entah kapan. Ya, saya berharap sekali waktu, nanti, akan ada kesempatan untuk bisa kembali, untuk bisa berbagi, lebih dari yang sekarang ini. Saya yakin, tak hanya saya yang berharap demikian, tapi setiap jiwa-jiwa, setiap pemuda-mahasiswa yang berkesempatan ke desa sederhana ini pasti memiliki tekad yang sama, bahkan mungkin lebih.

foto sesaat sebelum kami (benar-benar) pamit..

ada makhluk kecil di antara kami, Yanto namanya..

Maka, benarlah kata Al-khindi, haruslah kita menengok bumi Allah yang lain, untuk meraih ilmu sebanyak-banyaknya. Untuk merenungi dan mensyukuri karunia Allah sedalam-dalamnya. Untuk menemui keluarga lain, keluarga peradaban.
"Kegemaranmu tinggal di kampung merupakan satu kelemahan yang ketara. oleh itu pergilah merantau, mencari ilmu, yang pasti kau temukan ganti dari keluarga yang ditinggalkan. Air yang tenang itu akan menjadi busuk. begitu pula seandainya anak bulan itu tidak berjalan, maka sudah tentu ia tidak akan menjadi purnama." (Al-Kindi)
Kamipun pulang, kembali ke kota penuh ‘orang-orang manja’, dengan membawa sejumlah pengalaman berharga, sejumlah realita kehidupan di luar bayangan, sejumlah cerita yang insyaAllah tidak berhenti sebatas pengalaman saja, tapi menjadi inspirasi untuk ‘gerak’ kita selanjutnya.
Bersyukur, bisa ikut terlibat dalam membuat Cibuyutan tersenyum, walau hanya sesaat, tapi bisa benar-benar merasakan ikut terlibat dalam agenda bermanfaat.

Satu lagi PR kita wahai pemuda, untuk membenahi kesejahteraan masyarakat di kanan-kiri kita. Tak usahlah kita tunggu gerak mereka si orang-orang berdasi di atas sana. Engkau pasti jauh lebih cerdas jika ditanya apa yang bisa kita perbuat untuk negeri tercinta ini. Apapun itu, terpenting adalah mulai dari yang kecil, mulai dari diri sendiri, dan mulai dari... SEKARANG.
Pemuda kini, Pemimpin Nanti..

Hidup Mahasiswa !!

Minggu, 06 Oktober 2013

Celoteh mereka, Sore itu...

Sore itu, kala sang surya berjalan manja, menuju tempat peristirahatan.

"Jiwa lama segera pergi.. Bersiaplah para pengganti.." Aisyah memulai perbincangan.
"Rotasi perjuangan itu.." lanjut Aisyah, "terus bergulir.. estafet dakwah, terus berjalan..
naik turunnya, suka dukanya, sempit lapangnya, pahit manisnya, semua berhak merasakannya..
Takut di awal, berat ketika di jalankan, namun manis hasilnya, bahkan rindu ketika lepas darinya." Aisyah menghentikan pembicaraannya, ia hela nafas panjang seraya melihat ke atas, "langit-Nya, ah indah sekali", batinnya.
"takut.. berat.. manis.. rindu.. apa yang sedang kau bicarakan?" Zahra mengerutkan dahi, bingung.
Dengan tenang, Aisyah menjawab "tak perlulah diperjelas.. bahkan, rumput yang tak diminta untuk bergoyang saja tahu jawabannya.."
Zahra mengangguk, bukan karena ia paham, hanya saja ia mengagumi kalimat sahabatnya barusan.
Ah, Aisyah selalu mampu merangkai kata..
 "Kita semua berhak dekat dengan-Nya. bermesra dengan-Nya. meraih cinta-Nya." Aisyah, tetap dengan wajah menghadap langit, meneruskan tarian lisannya.
"Caranya ?" lagi, Zahra tak mengerti.
Aisyah tersenyum melihat sahabatnya itu. Ia mengerti, Zahra tidak sedang benar-benar bertanya, karena sudah pasti Zahra paham maksud dari apa yang sedang mereka bicarakan. Toh, ini sudah kesekian kalinya mereka membicarakan hal yang sama, bukan karena tidak mengerti, tapi inilah cara mereka untuk saling menguatkan, saling mengingatkan.
"mari, duduk disini, biar ku beritahu caranya." Aisyah meraih tangan sahabatnya.
"tengok 2 pundakmu. ia kasat mata, namun sangat berat dirasa, ketika ikhlas belum benar-benar menyesaki dada.
Allah, Dialah yang memilih sendiri pundak kita untuk menopangnya. mungkin bukan karena kita kuat, bukan karena kita hebat, namun karena kita diberi kesempatan untuk bisa bermesra dengan-Nya. mencari ridho-Nya. berjuang dijalan-Nya. merasakan dinamika perjuangan dan ukhuwah."  
dialah......"
"Amanah." sambung Zahra, seakan tak mau terdahului sahabatnya. "yang menjadi sarana kita untuk mendekatkan diri selalu pada Allah azza wa jala. Amanah, yang sekarang ini memilih kita, membiarkan kita menjadikannya sebagai media menuju Allah, untuk selalu bisa mendekatkan diri pada Allah. Amanah, yang menjadi pembeda kita dengan orang-orang malas di luar sana. Amanah, yang membuat kita merasakan banyak pengalaman, yang tak dirasa oleh orang2 yang tak punya angan. dialah, Amanah, yang takut untuk dimulai, yang berat ketika di jalankan, namun manis hasilnya, bahkan rindu ketika lepas darinya. melalui Amanah, maka haruslah kita menjalaninya dengan sebaik-baiknya. Bertanggung jawab dengan sebaik-baiknya tanggung jawab. Maka dengan itu, kita bisa dekat dengan-Nya, bermesra dengan-Nya, meraih cinta-Nya."
Zahra tersenyum. Aisyah mengangguk.

"Maka sejatinya, amanah tak akan pernah salah pundak.." kalimat andalan Aisyah menutup percakapan mereka sore itu. selanjutnya, sambil memandang langit, hanya keheningan yang dirasa.
Pikiran-pikiran mereka selanjutnya sibuk mengagumi kuasa Allah di langit biru sana.
Ah, Langit selalu punya cara sendiri untuk meneduhkan hati dan jiwa..



Hanya mengalir begitu saja.
Jika ada kesamaan nama dan peristiwa, mungkin pertanda jodoh, ah, Allah yang Maha Tahu ~
@nadya_ff

Sabtu, 05 Oktober 2013

#NtMS

Tumpahan perasaan, dikala sentilan Alloh menyapa.. bahwa memang, Ibu selalu ada, dibangun dan tidurnya kita ~
interaksi dengan ibu adalah sebaik-baiknya obat mujarab dikala sedang lowbat seperti ini. #ntms
sehebat-hebatnya pak Mario Teguh memotivasi, tetep aja perkataan2 ibu itu sebaik-baiknya quotes.. seindah-indahnya bahasa... #ntms
perkataan2nya sederhana, bahkan mungkin hal yang sudah kita pahami sebelumnya, tapi ada kekuatan tersendiri yg bikin ibu.. beda ! #ntms
ditengah sibuk geraknya, pas tau si anak melemah, gak ada pikir panjang utk hentikan semua demi utk berkata "udah minum obat kan..?" #ntms
"yang penting kamu dulu" adalah kalimat terikhlas, yang sederhana namun kekuatannya begitu terasa, dari sang ibu kita tercinta. #ntms
ibu selalu, ya, selalu sodorkan senyum terbaiknya pada kita, yang mungkin air matanya ia tumpahkan hanya pada Allah. #ntms
teramat menyesal, jika hrs membawa urusan mumetyanggapentingdiluar ke hadapan beliau, yg sdh teramat pasti urusannya begitu jauh lbh bnyak.
disaat kita lemah, Ibu selalu di depan-terdepan-paling depan untuk menguatkan. disaat ia lemah, saya... dimana ? #ntms
dialah Ibu, wanita terbaik-paling baik-sgt baik yg Alloh hadirkan untukku, untuk mu. Tak pernah mengeluh. Berikan kasih sayang, selalu. ntms
dialah, Ibu, yang lakunya, lisannya, geraknya, semuanya... ia berikan yg terbaik untuk anak2nya. #ntms
dialah, Ibu, Ibu, Ibu.. hamba terbaik (milik) Alloh SWT. #ntms
Ga ada lagi sok sibuk. Ga ada lagi sok ngeluh. #NtMS
@nadya_ff



Write What I Think. Realize What I Wish.

I’m Nadya. An ordinary girl. Lives in the extraordinary world. I’M MUSLIM and so PROUD about IT. Be thankful because have you here guys as my friend. bestfriend. I’m always trying to love Allah and Rasulullah SAW. Be thankful because i’v borned as a MUSLIM. I just wanna be useful for others. make you all guys always smile is what I like to do. Yunno, expect a lil and give a lot is what i have to do, whenever and wherever i’m. i have many dreams. I have many hope. I wanna make mom dad and my sister proud with me. yunno, i wanna make a foundation named "Nad's Corp" which is concern in education and health. Now, what I want the most is goes to MECCA with my family. Wish me can realize that dreams, guys. Well, once, here I’m who has many dreams. o Allah, please make it happend all of my dreams.
DREAM. BELIEVE. MAKE IT HAPPEND.
Innallaha ma ana ~

#randomly
#justwritewhatIthink

Powered By Blogger