Senin, 03 Agustus 2015

Yang Pemuda.. Yang Mahasiswa.. Yang Berorganisasi

“Beri aku 1.000 orang tua, niscaya akan kucabut semeru dari akarnya …

Beri aku 10 pemuda niscaya akan kuguncangkan dunia”

-Ir. Soekarno-

Sang Orang nomor satu kala itu, dipidatonya lantang menyebut-nyebut kita. 
Kita?
Iya, Kita.. Pemuda.

     Pemuda adalah sosok penggerak perubahan. Di dalam jiwanya penuh dengan keliaran potensi yang meletup-letup ingin disaluri. Di dalam asanya penuh dengan rajutan mimpi yang berlomba untuk dijadikan aksi. Semua itu dibalut dalam “almamater” pemuda. Bukankah ini semua menceritakan tentang engkau? Tentang kita? 

     Bicara tentang pemuda, menurut UU Kepemudaan nomor 40 tahun 2009 menegaskan tentang batasan usia pemuda Indonesia yakni 15 sampai dengan 30 tahun. Sementara itu, menurut Psikolog Roslina Verauli, pemuda yang adaktif dan dituntut untuk lebih produktif berada di kisaran umur 17 hingga 21 tahun. Disisi lain, menurut Elizabeth Hurlock (Developmental Psychology, 1991), mengatakan bahwa mereka yang tergolong dewasa awal (re : pemuda), ialah mereka yang berusia 20-40 tahun. Orang dewasa muda termasuk masa transisi, baik secara fisik, transisi secara intelektual serta transisi peran sosial. Perkembangan sosial masa dewasa awal adalah puncak dari perkembangan sosial masa dewasa. Masa dewasa awal adalah masa beralihnya pandangan egosentris menjadi sikap yang empati. Pada masa ini, penentuan relasi sangat memegang peranan penting. Hurlock (1986) mengemukakan beberapa karakteristik dewasa awal dan pada salah satu intinya dikatakan bahwa dewasa awal merupakan suatu masa penyesuaian diri dengan cara hidup baru dan memamfaatkan kebebasan yang diperolehnya. Deretan angka usia di atas sudah cukup menjadi bukti bahwa kita adalah objek dari itu semua, yang secara berjalannya waktu menjadi seorang ‘pemuda’ pasti akan kita lalui. Maka sampai baris ini, yakinlah bahwa kita memang Pemuda. 

     Namun disisi lain, ada satu label baru yang tersematkan dalam pundak kita. Titel kebanggan pemuda yang tak semua bisa merasakannya. Titel ini kita yang memilih secara sadar dan tanpa paksaan. Ialah, Mahasiswa. Titel yang diraih bukan dengan begitu saja, tapi dengan perjuangan dan harapan. 

     Menjadi seorang mahasiswa adalah sebuah kesempatan emas yang tidak semua pemuda bisa merasakannya. Adalah Kita, yang hari ini teramat sangat beruntung mampu berkesempatan menjadi Mahasiswa itu. Adalah Kita, sang Pemuda, sang Mahasiswa. Maka apakah titel ini akan dibiarkan berlalu begitu saja? Akankah titel baru kita ini akan hanya diisi dengan -masuk kelas-duduk mendengarkan ceramah dosen-mengerjakan segala tugas- saja? 
Karena Adalah Kita, yang hari ini sebenarnya disebut-sebut oleh Ir. Soekarno sebagai pengguncang dunia itu. Melalui titel mahasiswa, kita berkesempatan mengeksplorasi segala potensi, segala pemikiran hebat, segala softskill yang kita miliki. Salah satunya ialah lewat organisasi. Ya, Organisasi.

     Kampus diibaratkan sebagai laboratorium kehidupan. Dianalogikan demikian karena kita memiliki kesempatan mecoba apapun di dalamnya. Ingin menjadi wirausaha? Maka tidak ada yang melarang untuk kita membuka lapak usaha di kampus, menjajakan ‘barang jualan’ ke teman-teman sepergaulan. Ingin menjadi negarawan? Maka menjadi pengurus organisasi adalah bentuk uji cobanya. Kampus dirasa hidup bagi sang pemuda bertitel mahasiswa adalah ketika terus berdenyutnya kajian-kajian politik kampus, diskusi publik, seminar kepemimpinan, dan semacamnya dengan tetap menunaikan kuliah dengan disiplin. Organisasi mengajarkan kita ilmu softskill, bagaimana berbicara di depan umum, bagaimana melatih simpati dan empati, bagaimana bernegosiasi dengan baik, bagaimana mengatur agenda tingkat jurusan bahkan mungkin hingga tingkat nasional, dan bagaimana bisa menjadi orang yang bermafaat bagi urusan orang lain. Organisasi juga menambah wawasan ilmu sosial, pun juga menambah relasi pertemanan. Organisasi mengajarkan apa yang tidak kita temukan di dalam kelas. Dalam satu kesempatan, Anies Baswedan pernah berujar bahwa “IP (Indeks Prestasi)” kita hanya mampu mengantarkan pada meja interview suatu perusahaan, semakin tinggi IPnya semakin kita bisa mendaftarkan diri pada perusahaan besar. Namun perhatikan.... IP-hanya-mengantarkan-pada-‘mejanya’-saja, untuk bisa berhasil atau tidaknya, lanjut Anies Baswedan, salah satunya tergantung dari kemampuan berbicara kita, riwayat kemampuan manajerial kita. Dan apakah hal-hal tersebut secara rutin dapat kita raih hanya dari dalam kelas? Tidak, kawan. 

     Maka dari itu ada dua makna yang dapat diambil, yaitu akademik tetap menjadi nomor satu, dan organisasi, menjadi pendampingnya selalu. 

     Maka akhirnya, dapat lah kita sulam benang merah yang ada, bahwa ‘Pemuda’ yang lantang bung Karno nantikan hadirnya adalah Kita... Kita, si Pemuda yang kini baru menjadi Mahasiswa, yang akan siap turun ke jalan kala ketidakadilan menindas rakyat, yang akan siap menyibukan dirinya dalam agenda-agenda kebermanfaatan, yang akan siap menjadi akademis yang peka sosial. 

     Maka, selamat teruntuk Kamu, yang kini tersematkan satu titel kebanggan di pundakmu. Titel yang tak bisa diraih setiap pemuda, kini ia dengan mantap menjadi status barumu. Juga, Selamat memasuki gerbang organisasi, yang ia pasti akan sangat engkau cari, untuk eksplorasi kebermanfaatan diri.


Ditulis oleh seorang yang sangat beruntung berkesempatan bisa menyibukan dirinya dalam kesibukan organisasi,
Nadya Fadillah Fidhyallah

Teknik Eletro 2011
@nadya_ff

Powered By Blogger