Minggu, 06 Oktober 2013

Celoteh mereka, Sore itu...

Sore itu, kala sang surya berjalan manja, menuju tempat peristirahatan.

"Jiwa lama segera pergi.. Bersiaplah para pengganti.." Aisyah memulai perbincangan.
"Rotasi perjuangan itu.." lanjut Aisyah, "terus bergulir.. estafet dakwah, terus berjalan..
naik turunnya, suka dukanya, sempit lapangnya, pahit manisnya, semua berhak merasakannya..
Takut di awal, berat ketika di jalankan, namun manis hasilnya, bahkan rindu ketika lepas darinya." Aisyah menghentikan pembicaraannya, ia hela nafas panjang seraya melihat ke atas, "langit-Nya, ah indah sekali", batinnya.
"takut.. berat.. manis.. rindu.. apa yang sedang kau bicarakan?" Zahra mengerutkan dahi, bingung.
Dengan tenang, Aisyah menjawab "tak perlulah diperjelas.. bahkan, rumput yang tak diminta untuk bergoyang saja tahu jawabannya.."
Zahra mengangguk, bukan karena ia paham, hanya saja ia mengagumi kalimat sahabatnya barusan.
Ah, Aisyah selalu mampu merangkai kata..
 "Kita semua berhak dekat dengan-Nya. bermesra dengan-Nya. meraih cinta-Nya." Aisyah, tetap dengan wajah menghadap langit, meneruskan tarian lisannya.
"Caranya ?" lagi, Zahra tak mengerti.
Aisyah tersenyum melihat sahabatnya itu. Ia mengerti, Zahra tidak sedang benar-benar bertanya, karena sudah pasti Zahra paham maksud dari apa yang sedang mereka bicarakan. Toh, ini sudah kesekian kalinya mereka membicarakan hal yang sama, bukan karena tidak mengerti, tapi inilah cara mereka untuk saling menguatkan, saling mengingatkan.
"mari, duduk disini, biar ku beritahu caranya." Aisyah meraih tangan sahabatnya.
"tengok 2 pundakmu. ia kasat mata, namun sangat berat dirasa, ketika ikhlas belum benar-benar menyesaki dada.
Allah, Dialah yang memilih sendiri pundak kita untuk menopangnya. mungkin bukan karena kita kuat, bukan karena kita hebat, namun karena kita diberi kesempatan untuk bisa bermesra dengan-Nya. mencari ridho-Nya. berjuang dijalan-Nya. merasakan dinamika perjuangan dan ukhuwah."  
dialah......"
"Amanah." sambung Zahra, seakan tak mau terdahului sahabatnya. "yang menjadi sarana kita untuk mendekatkan diri selalu pada Allah azza wa jala. Amanah, yang sekarang ini memilih kita, membiarkan kita menjadikannya sebagai media menuju Allah, untuk selalu bisa mendekatkan diri pada Allah. Amanah, yang menjadi pembeda kita dengan orang-orang malas di luar sana. Amanah, yang membuat kita merasakan banyak pengalaman, yang tak dirasa oleh orang2 yang tak punya angan. dialah, Amanah, yang takut untuk dimulai, yang berat ketika di jalankan, namun manis hasilnya, bahkan rindu ketika lepas darinya. melalui Amanah, maka haruslah kita menjalaninya dengan sebaik-baiknya. Bertanggung jawab dengan sebaik-baiknya tanggung jawab. Maka dengan itu, kita bisa dekat dengan-Nya, bermesra dengan-Nya, meraih cinta-Nya."
Zahra tersenyum. Aisyah mengangguk.

"Maka sejatinya, amanah tak akan pernah salah pundak.." kalimat andalan Aisyah menutup percakapan mereka sore itu. selanjutnya, sambil memandang langit, hanya keheningan yang dirasa.
Pikiran-pikiran mereka selanjutnya sibuk mengagumi kuasa Allah di langit biru sana.
Ah, Langit selalu punya cara sendiri untuk meneduhkan hati dan jiwa..



Hanya mengalir begitu saja.
Jika ada kesamaan nama dan peristiwa, mungkin pertanda jodoh, ah, Allah yang Maha Tahu ~
@nadya_ff

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger