Sabtu, 19
Oktober 2013. Tepat 1 Minggu yang lalu, sepenggal kisah di PKMUNJ 2013.
"Kegemaranmu tinggal di kampung merupakan satu kelemahan yang ketara. oleh itu pergilah merantau, mencari ilmu, yang pasti kau temukan ganti dari keluarga yang ditinggalkan. Air yang tenang itu akan menjadi busuk. begitu pula seandainya anak bulan itu tidak berjalan, maka sudah tentu ia tidak akan menjadi purnama." (Al-Kindi)
Pertama-tama, ketika saya mendengar desa Cibuyutan, sungguh tak ada ketertarikan untuk mencari tau lebih jauh tentang desa, yang bahkan keberadaannya saja tidak tau dimana.
Kedua-kedua, curi-curi dengar dari mereka yang berkesempatan sebelumnya kesana, membuat hati penasaran, pikiran tak tenang, karena nampaknya disana banyak kisah penuh manfaat yg disimpan.
Ketiga-ketiga, sungguh luar biasa, ketika Allah akhirnya berikan kesempatan dan menggerakan hati serta kaki utk bisa berkunjung kesana. Mata, hati, tak henti dibuat kagum, dibuat tertegun, akan indahnya alam, sederhananya kehidupan, namun begitu banyak menyimpan senyuman kebahagiaan..
Maka, inilah
sepenggal kisah, tentang waktu singkat yang memberikan kenangan sepanjang masa.
Cibuyutan, I’m absolutely here..
Sabtu pagi,
12 oktober 2013. 07.30 waktu bumi Allah, menjadi titik awal kami menuju pelosok
desa yang kata orang butuh waktu tempuh sekitar 3 jam untuk mencapainya dengan
berjalan kaki. *Well, bisa dibayangkan sepelosok apa desa
tersebut.......hening*
Dengan
memasang azzam yg kuat, dengan semangat #tanganmengepal dan #iketkepala, maka
"Bismillahirrohmanirrohim" menjadi mantra kami memulai perjalanan.
Selanjutnya,
tak ada kata yang mampu menggambarkan indahnya, bagusnya, hebatnya,... ah,
sungguh tak ada kata yang mampu menggambarkan situasi kanan-kiri yang kami
lihat sepanjang perjalanan. Berjam-jam kami menelusuri naik-turunnya jalan
disuguhkan dengan beribu.. berjuta.. keindahan bumi-langit-alam. Maha Suci Allah..
Kanan.. kiri.. hijau.. menari-nari.. ~
3jam
perjalanan melelahkan..
Tibalah.. kami di desa yang sedari awal menggantung, berayun-ayun, berjarak 5 CM di depan kening kami. #tsaah ~.
Dari kejauhan, sudah terdengar sambutan riuhnya anak-anak kecil yang sedang bernyanyi, dalam ruang yang mereka istilahkan dengan nama ‘sekolah’. Ini membuat kami, si para calon guru terpanggil untuk langsung masuk ke dalam kelas mereka. Tapi, ya.. tak bisa bohong, perjalanan yang melelahkan memaksa untuk duduk menepi beberapa saat. Dalam duduk, setiap insan yang ada masing-masing merenungi perjalanan panjang, saling berucap lirih, mengagumi apa yang ada di depan mata, yang ternyata muaranya adalah surga kecil di pelosok Indonesia.
Tibalah.. kami di desa yang sedari awal menggantung, berayun-ayun, berjarak 5 CM di depan kening kami. #tsaah ~.
Dari kejauhan, sudah terdengar sambutan riuhnya anak-anak kecil yang sedang bernyanyi, dalam ruang yang mereka istilahkan dengan nama ‘sekolah’. Ini membuat kami, si para calon guru terpanggil untuk langsung masuk ke dalam kelas mereka. Tapi, ya.. tak bisa bohong, perjalanan yang melelahkan memaksa untuk duduk menepi beberapa saat. Dalam duduk, setiap insan yang ada masing-masing merenungi perjalanan panjang, saling berucap lirih, mengagumi apa yang ada di depan mata, yang ternyata muaranya adalah surga kecil di pelosok Indonesia.
Para pencari
ilmu.. yang selalu semangat mencari ilmu..
ini, yang (sempat) membuat jantung agak berdetak lebih cepat.
Bahwa pelosok ini masih tanah Indonesia yang (telah) Merdeka. Pelosok yang
penuh-keterbatasan-akses-air-listrik ini masih Tanah Merah Putih, Tanah
Indonesia.
Kehidupan Baru (yang singkat)pun dimulai..
Setiap dari kami diberi kesempatan untuk tinggal bersama warga, yang anak
kota kenal dengan istilah homestay. Saya, beserta teman-teman #kelompokTUJUH
mendapat kesempatan menginap di rumah Pak Maman. Di rumah, yang sangat
sederhana, yang listrik agaknya enggan menyapa, yang airpun harus keluar rumah
dulu untuk mendapatkannya. Kehidupan singkat, yang 180 derajat akan berbeda
dari biasanya, pun dimulai..
gambaran bilik sederhana rumah Pak Maman.. di sini, mereka merajut tawa,
melepas lelah..
Sebaris rekam aktivitas para manusia pencari pengalaman. Keluarga baru
terbentuk disini. Kental akan persaudaraan. Tak ada sekat. Saling bersahabat.
Kami hadir di sana tidak untuk merepotkan. Walaupun tetap saja membuat
sang pemilik rumah repot-.....
Masing-masing kelompok dari kami memiliki visi untuk dapat bermanfaat di sana. Untuk dapat bersatu menorehkan memori kecil di pelosok tanah Indonesia.
Masing-masing kelompok dari kami memiliki visi untuk dapat bermanfaat di sana. Untuk dapat bersatu menorehkan memori kecil di pelosok tanah Indonesia.
Hari itu juga, setelah berehat sejenak dari perjalanan panjang. Kami, si #KelompokTUJUH
pun langsung beraksi untuk merealisasikan proyek ‘penyuluhan kesehatan’ kepada
anak-anak siswa SD di sana. (FYI, kelompok-kelompok lain ada yang menjalankan
proyek Belajar baca tulis untuk ibu-ibu, bermain bermanfaat bersama anak-anak,
memperbaiki perpustakaan sekolah, memperbaiki MCK, pengolahan singkong, dsb. Proyek-proyek
yang dijalankan para mahasiswa ini adalah bentuk kongkrit dari sebuah kepedulian terhadap desa Cibuyutan.)
Walau jaket kami ‘Hijau’, walau backround kami ‘pendidikan’, namun tak menjadi penghalang kami untuk memilih proyek ‘penyuluhan kesehatan’.
Disana, kesehatan menjadi fokusan yang agaknya terabaikan. Jarangnya air ‘bersih’
menjadi salah satu faktor kesehatan yang tidak dijadikan prioritas. Maka dari
itu, kami si #KelompokTUJUH bertekad sekali untuk bisa menyuluhkan ‘pentingnya
sehat’ dengan memberikan informasi tentang kesehatan gigi dan mulut serta
kebersihan tangan. Berbekal modal uang yang disisihkan dari para mahasiswa yang
peduli Cibuyutan, ilmu kesehatan hasil menjelajahi om Google, dan tekad ingin
bermanfaat bagi adik-adik tercinta disana, maka, Bismillah, si para calon guru
ini pun melancarkan aksi ‘kesehatan’nya.
penuh tawa.. penuh canda.. namun tetap sarat makna..
Kegiatan penyuluhan kami ditutup dengan foto bersama dengan mereka, si
adik-adik yang selalu ceria.
Tibalah malam.. dimana kami saling bersenda gurau, ditemani pak Maman yang
juga ikut sumbang tawa. Sesekali terlihat ia memijat-mijat kakinya, pertanda
lelah seharian menambang emas di ‘gunung’ sana. Ah, berat sekali kehidupan
mereka, harus berjalan jauh.. menguras tenaga penuh.. demi merasakan hidup yang
‘utuh’. Sementara Saya.. Kita..? ~
Ini semacam teguran keras untuk kita semua, yang teramat sering mengeluh akan kehidupan nyata yang padahal berlimpah ruah. Pak Maman serta keluarga sungguh menjadi guru peradaban keikhlasan.
Ini semacam teguran keras untuk kita semua, yang teramat sering mengeluh akan kehidupan nyata yang padahal berlimpah ruah. Pak Maman serta keluarga sungguh menjadi guru peradaban keikhlasan.
Sekedar informasi, situasi malam di kampung ini agak unik. Listrik hanya
datang dipukul 7-9 malam, Selebihnya, gelap! Untuk mendapatkan secuil listrik
tersebutpun harus membayar dua-ribu-rupiah-perharinya. Tak heran aktivitas
warga akan berhenti selepas azan isya. Kami memutuskan untuk memejamkan mata
lebih awal. Merenungi kebiasaan yang kalo
di-rumah-bisa-nikmatin-listrik-air-kapan-aja-cenderung-mubazir-kalo-dibilang. Tapi
disini...... lagi-lagi perbanyak syukur.. perbanyak istigfar..
Setiap
pertemuan.. akan ada perpisahan..
Esoknya,
tibalah kami untuk berpisah dengan mereka, keluarga yang menyuguhkan banyak
pembelajaran ‘hidup sederhana’.
Setelah dirasa semuanya siap, kamipun berpamitan. Ada rasa sedih menggelayuti kami. Berkali-kali sang pemilik rumah mengharapkan kita hadir kembali nanti, entah kapan. Ya, saya berharap sekali waktu, nanti, akan ada kesempatan untuk bisa kembali, untuk bisa berbagi, lebih dari yang sekarang ini. Saya yakin, tak hanya saya yang berharap demikian, tapi setiap jiwa-jiwa, setiap pemuda-mahasiswa yang berkesempatan ke desa sederhana ini pasti memiliki tekad yang sama, bahkan mungkin lebih.
Setelah dirasa semuanya siap, kamipun berpamitan. Ada rasa sedih menggelayuti kami. Berkali-kali sang pemilik rumah mengharapkan kita hadir kembali nanti, entah kapan. Ya, saya berharap sekali waktu, nanti, akan ada kesempatan untuk bisa kembali, untuk bisa berbagi, lebih dari yang sekarang ini. Saya yakin, tak hanya saya yang berharap demikian, tapi setiap jiwa-jiwa, setiap pemuda-mahasiswa yang berkesempatan ke desa sederhana ini pasti memiliki tekad yang sama, bahkan mungkin lebih.
foto sesaat sebelum kami (benar-benar) pamit..
Maka,
benarlah kata Al-khindi, haruslah kita menengok bumi Allah yang lain, untuk
meraih ilmu sebanyak-banyaknya. Untuk merenungi dan mensyukuri karunia Allah sedalam-dalamnya.
Untuk menemui keluarga lain, keluarga peradaban.
"Kegemaranmu tinggal di kampung merupakan satu kelemahan yang ketara. oleh itu pergilah merantau, mencari ilmu, yang pasti kau temukan ganti dari keluarga yang ditinggalkan. Air yang tenang itu akan menjadi busuk. begitu pula seandainya anak bulan itu tidak berjalan, maka sudah tentu ia tidak akan menjadi purnama." (Al-Kindi)
Kamipun pulang,
kembali ke kota penuh ‘orang-orang manja’, dengan membawa sejumlah pengalaman
berharga, sejumlah realita kehidupan di luar bayangan, sejumlah cerita yang
insyaAllah tidak berhenti sebatas pengalaman saja, tapi menjadi inspirasi untuk
‘gerak’ kita selanjutnya.
Bersyukur, bisa ikut terlibat dalam membuat Cibuyutan tersenyum, walau hanya sesaat, tapi bisa benar-benar merasakan ikut terlibat dalam agenda bermanfaat.
Bersyukur, bisa ikut terlibat dalam membuat Cibuyutan tersenyum, walau hanya sesaat, tapi bisa benar-benar merasakan ikut terlibat dalam agenda bermanfaat.
Satu lagi PR
kita wahai pemuda, untuk membenahi kesejahteraan masyarakat di kanan-kiri kita.
Tak usahlah kita tunggu gerak mereka si orang-orang berdasi di atas sana. Engkau
pasti jauh lebih cerdas jika ditanya apa yang bisa kita perbuat untuk negeri
tercinta ini. Apapun itu, terpenting adalah mulai dari yang kecil, mulai dari
diri sendiri, dan mulai dari... SEKARANG.
Pemuda kini,
Pemimpin Nanti..
Hidup
Mahasiswa !!
Hidup Rakyat Indonesia !!!
ditulis dengan penuh cinta akan tanah Indonesia, @nadya_ff ~
MaasyaAllah.. Kece nad :D Benar2 banyak belajar ya kita di sana :')
BalasHapuscibuyutan emang kecee!! :') semoga kitaa ada kesempatan untuk bisa belajar ttg kehidupan di tanah Indonesia yang lain yaa :)
BalasHapus